https://www.ejournal.iahntp.ac.id/index.php/satya-dharma/issue/feedSatya Dharma : Jurnal Ilmu Hukum2025-03-14T06:27:52+00:00Ni Nyoman Rahmawatisatyadharmajih@gmail.comOpen Journal Systems<p>Jurnal ilmiah Satya Dharma adalah jurnal yang diterbitkan oleh Program Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum Agama Hindu Institut Agama Hindu Negeri tampung Penyang (IAHN-TP) Palangka Raya. Kehadiran Jurnal Satya Dharma sebagai media bagi kalangan Akademisi Program Pascasarjana Prodi Ilmu Hukum Agama Hindu dan pemerhati hukum hindu, diharapkan Jurnal Satya Dharma dapat menjadi wadah mengaktualisasi ide pemikiran melalui penelitian, dan pengembangan hukum secara ilmiah, yang nantinya dapat sebagai motivasi dalam pengembagan hukum kedepan sehingga penerapanya mendapatkan tempat sebagai alternatif dalam menyelesaiakan permasalahan hukum. Jurnal Satya Dharma Bernuansakan Hukum Positif, Hukum Agama Hindu dan Hukum Adat, Jurnal Satya Dharma diterbitkan dua kali dalam setahun (Bulan Juni dan Desember)</p>https://www.ejournal.iahntp.ac.id/index.php/satya-dharma/article/view/1250Tindak Pidana Perdagangan Orang2025-03-14T06:27:51+00:00Ririn Kurniasikurniasiririn@gmail.comNovita NovitaNovita.noiss@gmail.com<p>Era globalisasi menimbulkan banyak dampak negatif, salah satu dampak tersebut adalah terjadinya kasus perdagangan manusia. <em>Trafficking in person </em>atau perdagangan manusia mungkin bagi banyak kalangan merupakan hal yang sudah sering atau biasa untuk didengar oleh karena tingkat terjadinya kasus <em>Trafficking </em>yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia. <em>Trafficking</em> terhadap manusia adalah suatu bentuk praktek kejahatan kejam yang melanggar martabat manusia, serta merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia paling kongkrit yang sering memangsa mereka yang lemah secara ekonomi, sosial, politik, kultural dan biologis. korban yang paling rentan adalah perempuan, terutama dari keluarga miskin, perempuan dari pedesaan, perempuan putus sekolah yang mencari pekerjaan. Berbagai latar belakang dapat dikaitkan dengan meningkatnya masalah perdagangan perempuan, seperti lemahnya penegakan hukum, peran pemerintah dalam penanganan maupun minimnya informasi tentang <em>trafficking. </em>Para pelaku perdagangan orang bekerja sangat rapih dan terorganisasi. Umumnya mereka melakukan pencarian korban dengan berbagai cara, seperti mengiming-imingi calon korban dengan berbagai daya upaya. Di antara para pelaku tersebut ada yang langsung menghubungi calon korban atau menggunakan cara lain dengan modus pengiriman tenaga kerja, baik antardaaerah, antarnegara, antarnegara, pemindahtanganan atau transfer, pemberangkatan, penerimaan, penampungan yang dilakukan dengan sangat rapi, dan tidak terdeteksi oleh sistem hukum yang berlaku.</p> <p>Kata Kunci : Penegakan Hukum, Tindak Pidana, Perdagangan Orang</p>2025-03-14T05:52:36+00:00##submission.copyrightStatement##https://www.ejournal.iahntp.ac.id/index.php/satya-dharma/article/view/1331Hambatan Sita Eksekusi Kekayaan Intelektual Sebagai Barang Tidak Berwujud (Intangible)2025-03-14T06:27:51+00:00Ni Putu Paramita Dewiparamitaputudewi@gmail.comI Made Kastamakastamaimade@gmail.com<p><em>This article discusses the potential of intellectual property as an object of executoriale beslag. The problem is the lack of regulation of intellectual property as an object of executoriale beslag in the execution of payment of a sum of money even though by definition it is a movable object which fulfills the principle of confiscation in civil procedure law. Seeing this, an analysis is carried out through a statutory approach and the concepts of execution of payment of a sum of money and executoriale beslag in civil procedure law. Intellectual property laws and regulations such as copyright, patents, trademarks and geographical indications, industrial designs, trade secrets and integrated circuit layout designs only regulate confiscation provisions in criminal cases. Intellectual property through Government Regulation No. 24 of 2022 on Creative Economy is optimized as an object of debt collateral in fiduciary guarantees, contracts in creative economic activities and cessie. However, it does not yet have space for intellectual property as an object of executoriale beslag in the execution of payment of a sum of money. The need for additional regulation of intellectual property as an object of executoriale beslag will provide convenience for the clerks and bailiffs executing the execution. The absence of rules will cause hesitation because there is no sufficient legal basis even though intellectual property is a movable item that has economic value and can be used for the payment of the amount of money of the execution applicant. </em></p> <p><strong><em>Keyword: Executoriale Beslag, Intellectual Property, Challanges</em></strong></p>2025-03-14T05:57:56+00:00##submission.copyrightStatement##https://www.ejournal.iahntp.ac.id/index.php/satya-dharma/article/view/1345Pemberian Hak Waris terhadap Anak Perempuan pada Keluarga Hindu di Desa Basarang Jaya Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas2025-03-14T06:27:51+00:00I Wayan Agungiwayanagung43@gmail.comNi Nyoman Rahmawatininyomanrahmawati0202@gmail.comI Kadek Kartika Yaseikadek.kartikayase89@gmail.com<p>Tujuan dari penulisan artikel ini yaitu ingin mengungkapkan sebuah fenomena bahwa dalam sistem pewarisan keluarga Hindu Bali mulai mengalami pergeseran ke arah yang lebih positif. Perubahan ini sebagai wujud adanya persamaan atau kesetaraan walupun tidak sama rata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum empiris. Dimana data-data yang diperoleh bersumber dari lapangan sebagai data primer dan didukung dengan data skunder. Analisis data yang dilakukan adalah dengan deskriptif kualitatif. Dari analisis data yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian hak waris kepada anak perempuan dalam keluarga Hindu Bali, bahwa pertimbangan orang tua adalah semua anaknya baik laki-laki maupun perempuan adalah darah dagingnya. Kemudian pemberian hak tersebut juga bentuk kasih sayang orang tua terhadap anak perempuanya. Pemberian hak waris kepada anak perempuan tentu juga berdasarkan kesepakatan keluarga, terutama pihak laki-laki sebagai purusa. Sedangkan penerapan hak waris anak perempuan dilakukan secara langsung oleh orang tua sebagai pewaris. Jumlah besaran yang diberikan tentu tidak sama dengan anak laki-laki. Karena pada prisnsipnya dalam keluarga Hindu menganut sistem patrilinial. Dimana anak laki-laki sebagai ahli waris dan mempunyai hak yang penuh dalam keluarga.</p>2025-03-14T06:00:49+00:00##submission.copyrightStatement##https://www.ejournal.iahntp.ac.id/index.php/satya-dharma/article/view/1409Penerapan Sanksi Singer dalam Kasus Pidana Ringan di Kedemangan Sebangau Kota Palangka Raya2025-03-14T06:27:52+00:00Putri Legina Prayogaleginaprayoga@gmail.comAgung Adiagungadi@iahntp.ac.idI Kadek Kartika Yaseikadek.kartikayase89@gmail.com<p>Penelitian ini membahas tentang penerapan sanksi <em>singer</em> di lembaga Kedamanagan, Sebangau Kota Palangka Raya. Kedemangan merupakan lembaga adat yang hingga saat ini tetap menjadi pilihan untuk menyelesaikan sengketa adat. Dalam perkembangannya, penyelesaian sengketa tidak hanya mencakup masalah adat, tetapi telah merambah pada persoalan-persoalan pidana tertentu, khususnya pada tingkat pidana ringan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris yang menekankan pada pendekatan deskriptif kualitatif. Sedangkan teori yang dipilih untuk menganalisis pertanyaan penelitian adalah teori pluralisme hukum. Hasil penelitian menemukan penerapan sanksi <em>singer </em>dalam kasus pidana ringan di Kedamangan Sebangau adalah menjatuhkan hukuman denda atau sanksi denda kepada pelaku tindak pidana ringan yang disebut dengan <em>singer</em>. <em>Singer</em> yang dimaksudkan meliputi, 1)<em>“singer sala basa dengan sawan oloh”</em> (sanksi perbuatan yang tidak menyenangkan terhadap istri orang lain); 2) “<em>singer sala basa dengan bawi bujang</em> (sanksi perbuatan yang tidak menyenangkan/pelecehan terhadap seorang gadis/); 3) “<em>singer sala basa dengan oloh beken</em> (sanksi perbuatan yang tidak menyenangkan karena membuat malu, mencemarkan nama baik orang lain, pria maupun wanita); dan 4)<em>“singer tekap bau mate</em> (sanksi perbuatan yang tidak menyenangkan untuk menutup rasa malu kepada pihak korban-pihak wanita akibat pelecehan); dan 5) “<em>singer kalahi kajame</em>” atau sanksi dalam kasus pertengkaran dan perkelahian.</p>2025-03-14T06:03:07+00:00##submission.copyrightStatement##https://www.ejournal.iahntp.ac.id/index.php/satya-dharma/article/view/1454Peran Parisada Pada Pelaksanaan Perkawinan Umat Hindu di Kota Palangkaraya2025-03-14T06:27:52+00:00I Made Sadianamade_sadiana@chem.upr.ac.id<p>Parisada Hindu Dharma Indonesia merupakan lembaga tertinggi agama Hindu, salah satu tugas parisada adalah melakukan pelayanan kepada umat. Dalam pelaksanaan tugas Parisada, ada tiga permasalahan yang diteliti dalam artikel ini, yaitu: (1) Apa tugas dan fungsi Parisada?, (2) Apa peran Parisada dalam ritual perkawinan Umat Hindu di Kota Palangkaraya?, (3) Bagaimana kedudukan surat keterangan Parisada dalam penerbitan akta perkawinan di Kota Palangkaraya?. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan penentuan informan secara porposif sampling. Teori yang digunakan adalah teori fungsional struktural, data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Tugas dan fungsi Parisada adalah membina dan melayani umat, meningkatkan pengabdian, menjalin kerjasama, dan melakukan redefinisi, reinterpretasi, dan reaktualisasi pemahaman ajaran suci Weda; (2) Parisada memiliki tiga peran penting dalam pelaksanaan ritual perkawinan Umat Hindu di Kota Palangkaraya yaitu sebagai fasilitator pelaksanaan upacara sudhi wadani, memberikan pembekalan (dharmawacana), dan mengeluarkan surat keterangan nikah (3) Kedudukan surat keterangan nikah yang dikeluarkan oleh Parisada adalah sebagai surat penyataan bahwa perkawinan yang dilaksanakan oleh mempelai sudah sah secara agama dan dapat digunakan sebagai salah satu syarat dalam penerbitan akta perkawinan.</p>2025-03-14T06:09:30+00:00##submission.copyrightStatement##https://www.ejournal.iahntp.ac.id/index.php/satya-dharma/article/view/1451Sejarah Produk Hukum terhadap Masyarakat Tionghoa di Indonesia 1619-19592025-03-14T06:27:52+00:00Heri Kusuma Tarupayheritarupay@iahntp.ac.id<p><em>This writing discusses legal products that regulate the Chinese ethnic group in Indonesia. Through historical research, an investigation is conducted into the legal regulations issued by authorities since the VOC period, the Dutch colonial government, and the era of Independent Indonesia. It is understood that the position of the Chinese community in Indonesia has never been clear. By examining the legal regulations issued by these three authorities, it is found that the legal products applied to the Chinese community were built based on economic and political interests. Due to these economic and political interests, the authorities ultimately created legal products that restricted the Chinese community from interacting with other groups in Indonesia and consistently placed them in an unclear position, labeled as foreigners. These legal products influenced social life, putting this community in an ambiguous position.</em></p>2025-03-14T06:15:19+00:00##submission.copyrightStatement##